Mengajarkan Anak Untuk Mengapresiasi Seni Sejak Dini
YOSUA REYDO RESPATI, S.Ds, M.Ds
Dorongan seni merupakan naluri alamiah yang dimiliki semua anak. Sebelum mampu menulis, didahului oleh dorongan untuk menggambar. Sebelum mampu berjalan, anak kecil tertatih seolah menari untuk mencari keseimbangan. Sebelum mampu berbicara ia melantunkan berbagai suara, berupaya menyampaikan emosinya bagaikan penyanyi mengolah nada. Jean Piaget seorang psikolog asal Swiss mendefinisikan tiga kemampuan anak yang berkembang seiring pertumbuhan usia, yaitu: motorik (kemampuan gerak tubuh), sensorik (kemampuan indrawi), dan kognitif (kemamuan berpikir). Pengembangan tiga kemampuan diatas ternyata didominasi oleh stimuli visual -90% informasi yang diserap otak adalah melalui indra pengelihatan-. Ini menjadikan pengalaman melihat menjadi penting bagi tumbuh kembang anak usia dini.
Proses belajar dalam perspektif seni memuat dua unsur utama; apresiasi dan kreasi. Kepekaan dan keterbukaan menjadi prasyarat untuk dapat mengapresiasi, sementara dibutuhkan keberanian untuk dapat berkreasi. Orang tua dan pendidik sebagai teman belajar dan bermain anak memiliki peran penting dalam mengenalkan anak ke berbagai bentuk kesenian; visual, musik, tari, sastra, hingga multimedia-interaktif. Berikut beberapa manfaat mengapresiasi seni bagi anak usia dini:
1. Membantu mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitas
Melalui pengalaman menikmati seni anak ditumbuhkan daya imajinasinya. Dalam melihat suatu objek bimbing anak untuk berani menyampaikan pendapatnya, mengemukakan tafsirnya dengan berbagai kemungkinan sekalipun dinilai tidak masuk akal dalam cara pandang orang dewasa. Berikan kesempatan untuk anak berbicara dan didengarkan. Rasa ingin tau (curiosity) merupakan bekal utama bagi anak untuk dapat tumbuh menjadi pribadi yang kritis, keratif, dan inovatif di masa mendatang
2. Membangun rasa percaya diri
Apresiasi dan kreasi seni membantu anak untuk mengembangkan potensi dirinya. Berikan kesempatan bagi anak untuk mengalami berbagai aktifitas seni. Tumbuhkan keberanian anak untuk mencoba, menikmati proses tanpa perlu dinilai benar/salah, bagus/jelek. Berikan kesempatan untuk ia menceritakan pengamatannya, proses, dan hasil karyanya. Umpan balik terbaik yang dapat diberikan adalah apresiasi dan dorongan untuk terus belajar mencoba.
3. Membangun interaksi sosial
Inklusifitas seni memungkinkan anak untuk dapat mengapresiasi dan berkreasi secara individu maupun berkelompok. Tumbuhkan budaya saling menghargai pendapat dan saling mendengarkan. Orang tua dapat menjadi teman bagi anak untuk berdiskusi, berkarya bersama, yang tentunya menguatkan ikatan orang tua dan anak. Anak juga dapat diajak untuk membuat karya bersama dengan saudara atau teman-temannya sebagai bentuk pembelajaran kelompok. Dalam pembelajaran proses kolaborasi selalu lebih penting dari pada kompetisi.
Berbagai manfaat diatas dapat ditumbuhkan mulai dari cara yang sederhana di rumah hingga mengunjungi pameran seni yang semakin mudah ditemui dengan berbagai tema yang variatif. Posisi museum, galeri dan ruang publik menjadi kian penting sebagai tempat yang menyajikan sarana pembelajaran dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Keterjangkauan akses dan harga kunjungan yang terjangkau -bahkan beberapa galeri dan museum memberikan akses masuk gratis- serta program edukatif bagi anak-anak menjadikan pilihan ini semakin relevan.
Ayo budayakan mengapresiasi seni sejak dini!
Referensi:
- Piaget’s Theory and Stages of Cognitive Development. (Diakses pada 2024)
- https://www.brainline.org/article/vision-our-dominant-sense(Diakses pada 2024)
- https://www.shiftelearning.com/blog/bid/350326/studies-confirm-the-power-of-visuals-in-elearning(Diakses pada 2024)